Tukin Dosen ASN Komitmen Pemerintah Apresiasi Kinerja Pengajar

Tukin Dosen ASN Komitmen Pemerintah Apresiasi Kinerja Pengajar

Oleh : Naura Astika )*
Pemerintah Indonesia terus memperlihatkan komitmennya terhadap penguatan sektor pendidikan tinggi, khususnya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dosen Aparatur Sipil Negara (ASN). Salah satu bentuk nyata dari komitmen tersebut adalah melalui pemberian Tunjangan Kinerja (Tukin) bagi dosen ASN yang bertugas di perguruan tinggi negeri. Pemberian tukin ini bukan hanya sekadar tambahan penghasilan, melainkan juga merupakan bentuk penghargaan atas kinerja para dosen dalam melaksanakan tugas tridarma perguruan tinggi: pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Sejak tahun 2020 hingga 2024, banyak dosen ASN belum menerima tukin secara penuh karena keterbatasan anggaran. Namun pada tahun 2025, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) memastikan bahwa tukin akan dicairkan, meskipun belum sepenuhnya sesuai dengan usulan yang diajukan. Sekretaris Jenderal Kemendikti Saintek, Togar M. Simatupang, menyebutkan bahwa dari total usulan anggaran sebesar Rp2,8 triliun, pemerintah melalui Kementerian Keuangan baru menyetujui sebesar Rp2,5 triliun. Ia menjelaskan bahwa pencairan tetap akan dilakukan demi menjaga semangat dan kepercayaan dosen terhadap komitmen negara.
Dalam upaya menyalurkan tukin ini secara adil, Kemendikti Saintek telah menyusun tiga skema distribusi. Skema pertama difokuskan kepada dosen di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Satuan Kerja (Satker) dan Badan Layanan Umum (BLU) yang selama ini belum menerima remunerasi sama sekali. Skema ini membutuhkan alokasi dana sebesar Rp2,8 triliun. Skema kedua menyasar dosen yang sudah menerima remunerasi, namun nilainya masih di bawah standar tukin nasional, dengan kebutuhan anggaran sekitar Rp3,6 triliun. Sedangkan skema ketiga, yang bersifat menyeluruh, ditujukan kepada seluruh dosen ASN dengan estimasi anggaran hingga Rp8,2 triliun.
Penguatan sistem penggajian akan mendorong profesionalisme dan pemerataan kualitas pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Ia menyatakan optimisme bahwa dengan dukungan dari Komisi X DPR RI, anggaran tambahan yang dibutuhkan bisa terealisasi dalam revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Agustus 2025.
Tunjangan kinerja bagi dosen ASN tidak hanya menjadi insentif finansial, namun juga merupakan dorongan moral untuk terus meningkatkan profesionalisme dan mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Kementerian PANRB dan Kementerian Keuangan terus mendorong reformasi birokrasi, termasuk dalam hal tata kelola penggajian ASN agar lebih adil, transparan, dan berbasis kinerja.
Sementara itu, Dirjen Diktiristek, Khairul Munadi, mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada para pimpinan perguruan tinggi mengenai perkembangan kebijakan tukin dosen ASN dan meminta agar seluruh informasi yang diterima dapat diteruskan kepada sivitas akademika secara transparan.
Penilaian kinerja dosen ASN dalam konteks tukin meliputi berbagai aspek, antara lain beban kerja dosen (BKD), capaian kinerja tahunan, serta kontribusi terhadap indikator kinerja utama (IKU) perguruan tinggi. Sistem ini menuntut dosen untuk memiliki portofolio yang terukur dan terdokumentasi dengan baik. Dengan demikian, pemberian tukin bukan sekadar formalitas, tetapi benar-benar mencerminkan kinerja nyata dari dosen tersebut.
Namun, implementasi sistem tukin bagi dosen ASN tidak tanpa tantangan. Salah satu tantangan utama adalah perbedaan kapasitas sumber daya manusia dan infrastruktur administrasi di berbagai PTN di Indonesia. Belum meratanya sistem pelaporan kinerja dan manajemen SDM di setiap institusi dapat menyebabkan ketimpangan dalam penilaian dan pemberian tukin. Oleh karena itu, diperlukan sistem digitalisasi dan integrasi data yang lebih baik agar proses ini berjalan efektif dan adil.
Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof. Bambang Sutrisno, mengatakan bahwa kebijakan ini meningkatkan motivasi dosen. Namun menurutnya, pemerintah dan kampus harus memastikan bahwa penilaian kinerja tidak berubah menjadi beban administratif yang menyita waktu dan energi dosen dari kegiatan utamanya, yaitu mengajar dan meneliti. Ia menyarankan agar sistem pelaporan kinerja didesain lebih sederhana dan berbasis digital agar efektif dan efisien.
Meski masih menghadapi tantangan, kebijakan tukin dinilai membawa dampak positif. Di beberapa perguruan tinggi, peningkatan produktivitas dosen mulai terlihat, baik dalam bentuk peningkatan jumlah publikasi ilmiah, partisipasi dalam forum akademik internasional, maupun kolaborasi dengan dunia industri. Tukin juga diyakini mampu meningkatkan daya saing institusi di tingkat nasional dan global.
Lebih jauh, kebijakan ini juga menegaskan bahwa pemerintah tidak hanya menuntut kinerja tinggi dari para dosen, tetapi juga memberikan kompensasi yang layak. Ini penting untuk menjaga keadilan dan kesejahteraan dalam ekosistem pendidikan tinggi, terutama di tengah tantangan globalisasi dan transformasi digital.
Dengan diberlakukannya tukin secara bertahap pada 2025, diharapkan dosen ASN tidak hanya termotivasi untuk bekerja lebih profesional, tetapi juga merasa diakui oleh negara atas kontribusi mereka dalam membangun masa depan bangsa. Dukungan terhadap dosen, baik dalam bentuk penghargaan finansial maupun penguatan sistem kerja, adalah fondasi utama dalam menciptakan perguruan tinggi yang unggul dan berdaya saing.
)* Mahasiswa Universitas Gadjah Mada

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *