
Adies Kadir menyebut bahwa pengesahan RUU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI merupakan langkah adaptif yang mutlak dibutuhkan. Menurutnya, perubahan regulasi ini bukan sekadar merespons kebutuhan internal saja.
“Revisi ini tidak dapat dilepaskan dari konteks perubahan zaman yang terlampau cepat. Dunia sedang memasuki era ketidakpastian, ketika bentuk ancaman terhadap kedaulatan tidak lagi terbatas pada invasi fisik semata, melainkan dapat berupa ancaman siber, disinformasi, ideologi transnasional, krisis energi, maupun bencana ekologis,” ujar Adies.
Wakil Ketua DPR RI itu berpendapat bahwa saat ini konstelasi global tengah memasuki fase rawan. Ketegangan geopolitik, krisis energi, hingga perang dagang yang dipicu Presiden Amerika Serikat Donald Trump menambah daftar panjang tantangan yang dihadapi Indonesia.
“Peran TNI sebagai alat pertahanan negara juga perlu dimodernisasi. Revisi UU ini, dengan segala dinamikanya, merupakan langkah adaptif bertujuan menyelaraskan sistem pertahanan Indonesia dengan kebutuhan zaman,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR, Budisatrio Djiwandono menegaskan revisi UU TNI tetap sejalan dengan prinsip supremasi sipil dan semangat reformasi. Pihaknya memastikan revisi tersebut tidak bertentangan dengan demokrasi, melainkan bertujuan menyesuaikan tugas TNI dengan kebutuhan strategis pertahanan nasional.
“Revisi ini bukan langkah mundur dalam reformasi TNI, tetapi merupakan bentuk adaptasi terhadap dinamika pertahanan modern. Kami memastikan supremasi sipil tetap terjaga dan tidak ada upaya untuk mendominasi ranah sipil dan politik dengan militer,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR itu.
Menurutnya, substansi RUU tersebut jauh dari apa yang dikhawatirkan masyarakat. Dia pun menyayangkan disinformasi yang beredar seperti isu mengenai dwifungsi TNI.
“Tidak ada upaya mengembalikan dwifungsi TNI dalam revisi UU TNI. Fraksi Gerindra menjamin revisi UU ini sejalan dengan semangat reformasi,” pungkasnya.